Pandangan Hidup Manusia Terhadap Lingkungan

Muhammad Jawodiy

Fenomena di dunia ini sesungguhnya terkadang menyimpang berbagai pertanyaan. Terutama sekali bila kita dihadapkan pada problematika carut marutnya kehidupan antar umat manusia. sebagai contoh, serangan yang dilakukan rezim zionis Israel ke Jalur Gaza beberapa waktu yang lalu. Ribuan manusia di Gaza menjadi korban dalam kejahatan tersebut, sementara yang melakukan pembantaian itu adalah tentara zionis Israel yang juga manusia. lantas bagaimana sesungguhnya watak dasar dan tabiat makhluk yang bernama manusia itu? Tulisan ini akan mencoba membahas sekelumit tentang konsepsi manusia dari berbagai pandangan.

Konsep-Konsep Tentang Manusia

Plato. Ia memandang manusia terdiri dari jiwa dan tubuh. Dua elemen manusia ini memiliki esensi dan karakteristik yang berbeda. Jiwa adalah zat sejati yang berasal dari dunia sejati, dunia idea. Jiwa tertanam dalam tubuh manusia. sementara tubuh manusia adalah zat semu yang akan hilang lenyap bersamaan dengan kematian manusia. sedangkan ide tetap abadi. Sesuatu yang abadi terperangkap di dalam sesuatu yang fana, itulah nasib jiwa. Tubuh adalah penjara bagi jiwa. Sebagai zat yang berasal dari dunia idea, jiwa selalu ingin kembali ke dunia sejati itu. Manusia yang bagian sejatinya adalah jiwa yang terperangkap dalam tubuh, selalu merasa tidak bebas selama tubuhnya mengungkung jiwanya. Untuk membebaskan jiwa dari dunia fana dan kembali ke dunia idea, manusia harus memenuhi dirinya dengan hal-hal yang menjadi sifat utama dari jiwa. Sifat utama itu adalah rasionalitas, keutamaan moral dan kabajikan selama hidup di dunia ini.

Aristoteles. Berbeda dengan Plato, ia memandang manusia sebagai satu kesatuan. Tubuh dan jiwa adalah satu substansi. Perbedaan keduanya bukan perbedaan esensial. Bagi Aristoteles jiwa manusia tidak terpenjara dalam tubuh. Ketidakbebasan manusia bukan dalam kondisi terpenjaranya jiwa oleh badan melainkan ketidakmampuan mereka menggunakan keseluruhan sistem psiko-fisik dalam memahami alam semesta dan ketidakmampuan mengembangkan dirinya dalam kehidupan sehari-hari,termasuk kehidupan sosial. Tujuan hidup manusia adalah mencapai kebahagiaan, tetapi bukan kebahagiaan yang hedonistik, bukan yang semata mementingkan kenikmatan fisik. Kebahagiaan manusia adalah kebahagiaan yang dicapai dengan tindakan-tindakan  rasional .

Psikoanalisa. Sigmund Freud adalah salah satu tokoh psikologi yang memandang manusia sebagai makhluk deterministik, dengan kata lain ia melihat manusia tidak bebas. Kepribadian manusia terdiri dari dua bagian yaitu kesadaran dan ketidaksadaran. Bagian ketidaksadaran jauh lebih luas dari bagian kesadaran. Dan bagian ketidaksadaran tersebut memiliki pengaruh besar pada diri manusia. banyak perilaku manusia  yang dipengaruhi oleh ketidaksadarannya. Menurut Freud pada bagian ketidaksadaran ini diisi oleh dorongan-dorongan instingtif bersifat primitif yang menggerakkan manusia untuk mendapatkan kenikmatan. Selain insting primitif, dalam wilayah ketidaksadaran tersimpan pula berbagai kenangan peristiwa traumatik dan hal-hal yang dilupakan oleh seseorang, yang tidak dapat ditampilkan di kesadarannya karena dianggap tidak dapat diterima oleh masyarakat. Jadi dalam pandangan Freud, manusia terutama digerakkan oleh instingnya.

Psikologi Behaviorisme. Dua tokoh behaviorisme yang terkenal adalah J.B. Watson dan B.F. Skinner. Keduanya memandang manusia sebagai hasil pembiasaan stimulus-respons. Lingkungan berperan penting dalam menentukan kepribadian seseorang. Mengikuti pandangan kaum empiris seperti John locke, behaviorisme memandang manusia lahir dalam kondisi seperti tabularasa atau kertas putih yang masih belum ditulisi. Pengalaman berhadapan dan bersentuhan dengan lingkungan menyebabkan kertas putih tertulisi. Manusia adalah makhluk pasif yang menerima bentukan dari lingkungan.

Psikologi Humanistik. Carls Rogers dan Abraham Maslow memandang manusia sebagai makhluk yang bebas dengan kehendak untuk mengaktualisasi potensi-potensinya. Sejak lahir manusia memiliki potensi-potensi yang dapat dikembangkannya sendiri. Manusia tidak ditetapkan akan jadi apa nantinya. Ia bisa jadi apa saja karena ia memiliki semua potensi untuk jadi apapun. Yang menentukan akan jadi apa dia adalah dirinya sendiri dengan bantuan fasilitas dari lingkungan. Manusia pada tingkat tertentu bertingkah laku bukan lagi karena dorongan-dorongan insting atau kekurangan-kekurangan yang ada padanya, tetapi karena keinginannya untuk mengaktualisasi potensi-potensinya. Ia mencintai karena memiliki potensi mencintai, bekerja karena memiliki potensi bekerja dan sebagainya.

Pandangan Erich Fromm. Ia  melihat kondisi eksistensial manusia sebagai makhluk dilematik. Manusia sebagai pribadi sekaligus bagian dari alam, sebagai binatang dan sekaligus manusia. dalam The Sane Society, Fromm menyatakan bahwa secara biologis manusia tidak berbeda dengan binatang. Sebagai binatang, ia memerlukan pemenuhan kebutuhan  fisiologis seperti makan dan minum. Sedangkan sebagai manusia ia memiliki kesadaran diri, pikiran dan daya khayal (imajinasi). Ia juga mengalami pengalaman-pengalaman khas manusia seperti perasaan lemah lembut, cinta, perhatian, rasa kasihan, tanggung jawab, identitas diri, integritas, dan transendensi. Ia juga memiliki pengalaman keterikatan dengan nilai dan norma. Manusia dan lingkungannya saling berinteraksi, saling mempengaruhi. Manusia mampu melakukan perubahan lingkungan, sebaliknya juga lingkungan dapat mengubah manusia. Manusia berkembang dengan mengaktualisasi potensi-potensinya, tetapi seberapa jauh aktualisasi potensi dan perkembangan manusia dapat dicapai, juga dipengaruhi seberapa fasilitatifnya lingkungan tempat ia hidup.

Pandangan Islam. Lantas bagaimana Islam memandang manusia? Islam memiliki pandangan yang optimistik tentang manusia. Dalam ajaran Islam, manusia yang lahir dalam keadaan fitri, suci dan bersih adalah merupakan makhluk terpuji dan dimuliakan meskipun pada kondisi-kondisi tertentu manusia dipandang sebagai makhluk yang rendah. Dalam bukunya Perspektif Al-Quran tentang Manusia dan Agama, Murtadha Muthahhari telah menunjukkan bagaimana Islam dan Al-Quran memandang manusia. Berikut ini adalah sebagian ayat-ayat Al-Quran yang dikutip dan dianalisis oleh Muthahhari berkenaan dengan masalah tersebut :
Manusia adalah khalifah Tuhan di bumi.
Ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di bumi.” Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan khalifah di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah…………” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” (QS.2:30)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sistem Kekerabatan

Sejarah Terbentuknya Komunitas Online (Social Networking)

#SIP Etika Menulis Artikel Online