Negara dan Konstitusi

A.  Pengertian Negara
            Secara historis pengertian negara senantiasa berkembang sesuai dengan kondisi masyarakat pada saat itu. Pada zaman Yunani kuno para ahli filsafat negara merumuskan pengertian negara secara beragam. Aristoteles yang hidup pada tahun 384-322 S.M., merumuskan negara dalam bukunya Politica, yang disebutnya sebagai negara polis, yang pada saat itu masih dipahami negara masih dalam suatu wilayah yang kecil. Dalam pengertian itu negara disebut sebagai negara hukum yang didalamnya terdapat sejumlah warga negara yang ikut dalam permusyawaratan (ecclesia). Oleh karena itu menurut Aristoteles keadilan merupakan syarat mutlak bagi terselenggaranya negara yang baik, demi terwujudnya cita-cita seluruh warganya.
            Pengertian lain tentang negara di kembangkan oleh Agustinus yang merupakan tokoh Katolik, Ia membagi negara dalam dua pengertian yaitu Civitas Dei yang artinya negara Tuhan dan Civita Terrena  atau Civitas Diaboli yang artinya negara duniawi. Civitas Terrena ini di tolak oleh Agustinus, sedangkan yang dianggap baik adalah negara Tuhan atau Civitas Dei. Negara Tuhan bukanlah negara dari dunia ini,melainkan jiwanya yang dimiliki oleh sebagian atau beberapa orang di dunia ini untuk mencapainya. Adapun yang melaksanakan negara adalah Gereja itu terasing sama sekali dari Civitas Dei (Kusnardi. 1995).
            Berbeda dengan konsep pengertian negara menurut kedua tokoh pemikir negara tersebut. Nicollo Machiavelli (1469-1527), yang merumuskan negara sebagai negara kekuasaan, dalam bukunya ‘IL Pprinciple’ yang dahulu merupakan buku referensi pada raja. Machiavelli memandangnegara dari sudut kenyataan bahwa dalam suatu negara harus ada sesuatu kekuasaan yangdimiliki oleh seorang pemimpin negara atau raja. Raja sebagai pemegang kekuasaan negara tidak mungkin hanya mengandalkan kekuasaan hanya pada suatu moralitas atau kesusilaan. Kekacauan timbul dalam suatu negara karena lemahnya kekuasaan negara. Bahkan yang lebih terkenal lagi ajaran Machiavelli tentang tujuan yang dapat menghalalkan segala cara. Akibat ajaran ini muncullah berbagai praktek pelaksanaan negara yang otoriter, yang jauh dari nilai-nilai moral.
            Teori negara menurut Machiavelli tersebut mendapat tantangan dan reaksi yang kuat dari filsuf lain seperti Thomas Hobbes (1588-1679). John Locke (1632-1704) dan Rousseau (1712-1778). Mereka mengartikan negara sebagai suatu  badan atau orgnisasi hasil dari perjanjian masyarakat secara bersama. Menurut mereka,manusia sejak dilahirkan telah membawa hak-hak asasinya seperti hak untuk hidup, hak milik serta hak kemerdekaan. Dalam keadaan naturalis sebelum terbentuknya negara, menurut Hobbes akan terjadi  homo homini lupus, yaitu manusia menjadi serigala bagi  manusia lain, dan akan timbul  suatu perang semesta yangdi sebut sebagai belum omnium contre omnes dan hukum yang berlaku adalah hukum rimba.
            Masyarakat merupakan suatu negara manakala cara hidup yang harus ditaati oleh individu maupun kelompok-kelompok, ditentukan suatu wewenang yang bersifat memaksa dan mengikat (Lasky. 1947: 8-9). Max Weber mengemukakan pemikirannya bahwa negara adalah suatu masyarakat yang mempunyai monopoli dalam penggunaan kekerasan fisik secara sah dalam suatu wilayah (Weber. 1958: 78). Mc. Iver menjelaskan bahwa negara adalah asosiasi yang menyelenggarakan penertiban didalam suatu masyarakat dalam suatu wilayah dengan berdasarkan sistem hukum yang di selenggarakan oleh suatu pemerintah yang demi maksud tersebut diberi kekuasaan memaksa (Iver. 1955: 22).
            Berdasarkan pengertian yang dikemukakan oleh berbagai filsuf  serta para sarjana tentang negara maka dapat  disimpulkan bahwa semua negara memiliki unsur-unsur yg mutlak harus ada. Unsur-unsur negara adalah meliputi : Wilayah atau daerah teritorial yang sah, rakyat yaitu suatu bangsa sebagai pendukung pokok negara dan tidak terbatas hanya pada salah satu etnis saja, serta pemerintahan yang sah diakui dan berdaulat.

Negara Indonesia
            Meskipun ditinjau berdasarkan unsur-unsur yang membentuk Negara hampir semua negara memiliki kesamaan, namun ditinjau dari segi tumbuh dan terbentuknya negara serta susunan negara, setiap negara di dunia memiliki spesifikasi serta cirri khas masing-masing. Negara inggris tumbuh dan berkembang berdasarkan ciri khas bangsa serta wilayah bangsa inggris. Mereka tumbuh dan berkembang dengan dilatarbelakangi oleh megahnya kekuasaan kerajaan, sehingga Negara inggris tumbuh tumbuh dan berkembang senantiasa terkait dengan eksistensi kerajaan. Negara amerika tumbuh dan berkembang dari penduduk imigran yang bertualang menjelajahi benua, meskipun bangsa yang dimaksud adalah bangsa inggris yang kemudian disusul oleh berbagai etnis di dunia seperti cina dan bangsa asia lainnya,perancis, spanyol. Amerika latin dan lain sebagainya. Oleh karena itu Negara amerika terbentuk melalui intergrasi antar etnis di dunia. Demikian pula Negara-negara lain di dunia tumbuh dan berkembang dengan khas dan sejarahnya masing-masing.
            Demikian pula bangsa dan Negara Indonesia tumbuh dan berkembang dengan latar belakangi oleh kekuasaan dan penindasan bangsa asing seperti penjajahan belanda dan jepang. Oleh karena itu bangsa Indonesia tumbuh dan berkembang dilator belakangi oleh adanya kesatuan nasib, yaitu bersama-sama dalam penderitaaan dibawah penjajahan bangsa asing serta berjuang merebut kemerdekaan. Selain itu yang sangat khas bagi bangsa Indonesia adalah uinsur-unsur etnis yang membentuk bangsa itu sangat beragam, baik latar belakang budaya seperti bahasa, adat kebiasaan serta nilai-nilai yang dimilikinya. Oleh karena itu terbentuknya bangsa dan Negara Indonesia melalui suatu proses yang cukup panjang. Sejak masa sebelum bangsa asing menjajah Indonesia, seperti masa kejayaan kerajaan kutai, sriwijaya, majapahit serta kerajan-kerajaan lainnya. Kemudian datanglah bangsa asing ke Indonesia maka bangsa Indonesia saat itu bertekad untuk membentuk suatu persekutuan hidup yang disebut bangsa, sebagaimana unsur pokok Negara melalui Sumpah Pemuda 28 oktober 1928. Isi sumpah pemuda itu merupakan suatu tekad untuk mewujudkan unsure-unsur Negara yaitu satu nusa (wilayah) Negara, satu bangsa (rakyat), dan satu bahasa sebagai bahasa pengikat dan komunikasi antar warga negara dan sendirinya setelah kemerdekaan kemudian dibentuklah suatu pemerintahan Negara.
            Prinsip-prinsip Negara Indonesia dapat dikaji melalui makna yang terkandung did lam pembukaan UUD 1945 alinea I, menjelaskan tentang latar belakang terbentuknya Negara dan bangsa Indonesia yaitu tentang kemerdekaan adalah hak kodrat segala bangsa di dunia, dan penjelajahan itu tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan oleh karena itu harus dihapuskan. Alinea II menjelaskan tentang perjuangan bangsa Indonesia dalam memperjuangkan kemerdekaan, alinea III menjelaskan tentang kedudukan kodrat manusia Indonesia sebagai bangsa yang religious yang kemudian pernyataan kemerdekaan. Adapun alinea ke IV, menjelaskan tentang terbentuknya bangsa dan Negara Indonesia disusun berdasarkan Undang-undang dasar Negara, wilayah Negara serta dasar filosofis Negara yaitu pancasila (Notonegoro,1975).

B.  Konstitusionalisme
            Setiap Negara modern dewasa ini senantiasa memerlukan suatu sistem pengaturan yang dijabarkan dalam konstitusi. Oleh karena itu konstitusinalisme mengacu kepada pengertian system institusionalisasi secara efektif dan teratur terhadap suatu pelaksaan pemerintahan. Dengan lain perkataan untuk menciptakan suatu tertib pemerintahan diperlukan pengaturan sedemikian rupa, sehingga dinamika kekuasaan dalam proses pemerintahan dapat dibatasi dan dikendalikan (Hamilton, 1931:255). Gagasan mengatur dan membatasi kekuasaan ini secara alamiah muncul karena adanya kebutuhan untuk merespon perkembangan peran relative kekuasaan umum dalam suatu kehidupan umat manusia.
            Ketika Negara-negara bangsa (nation states) mendapatka bentuknya yang sangat kuat, sentralis dan sangat berkuasa selama abad ke-16 dan ke-17, berbagai teori politik berkembang untuk memberikian penjelasan mengenai perkembangan sistem yang kuat tersebut.
            Basis pokok konstitusionalisme adalah kesepakatan umum atau persetujuan (consensus) diantara mayoritas rakyat mengenai bangunan yang di idealkan berkaitan dengan Negara. Organisasi Negara itu diperlukan oleh warga masyarakat politik agar kepentingan mereka bersama dapat dilindungiatau dipromosikan melalui pembentukan dan penggunaan mekanisme yang disebut Negara (Andrew, 1968:9 ). Oleh karena itu kata kuncinya adalah konsesus general agreement. Jika kesepakatan itu runtuh, maka runtuh pula legitimasi kekuasaan Negara yang bersangkutan, dan pada gilirannya dapat terjadi civil war atau perang sipil atau dapat pula suatu revolusi. Dalam sejarah perkembangan Negara di dunia peristiwa tersebut terjadi di Perancis tahun 1789, di amerika tahun 1776, di Rusia tahun 1971, bahkan di Indonesia terjadi pada tahun 1945, 1965 dan 1998.
Konsensus yang menjamin tegaknya konstitusionalisme di jalam modern pada umumnya dipahami berdasarkan pada 3 elemen kesepakatan sebagai berikut:
  1. Kesepakatan tentang tujuan atau cita-cita bersama (the general goals of society or general acceptance of the same philoshopy of government).
Kesepakatan bersama yaitu berkenaan dengan cita-cita bersama yang sangat menentukan tegaknya konstitusionalisme dan konstitusi dalam suatu negara. Karena cita-cita bersama itulah yang pada puncak abstraksinya paling mungkin mencerminkan bahkan melahirkan kesamaan-kesamaan kepentingan diantara sesama warga masyarakat yang dalam kenyataannya harus hidup di tengah-tengah pluralisme atau kemajemukan. Oleh karena itu, pada suatu masyarakat untuk menjamin kebersamaan dalam kerangka kehidupan bernegara, diperlukan perumusan tentang tujuan-tujuan atau cita-cita bersama yang biasa disebut sebagai filsafah kenegaraan. Bagi bangsa Indonesia dasar filosofi yang dimaksud adalah dasar filsafat negara pancasila. Lima prinsip dasar itu tertera berada di dalam isi pancasila. Kelima prinsip dasar negara tersebut merupakan dasar filosifis –ideologis untuk mewujudkan cita-cita ideal dalam bernegara yaitu:
1.      Melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia.
2.      Meningkatkan (memajukan) kesejahteraan umum.
3.      Mencerdaskan kehidupan bangsa, dan
4.      Ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
  1. Kesepakatan tentang the rule of law sebagai landasan pemerintahan atau penyelenggaraan negara (the basis of gorvernment).
Kesepakatan kedua adalah kesepakatan bahawa basis pemerintahan didasarkan atas aturan hukum dan konstitutsi karena dalam setiap warga negara harus ada keyakinan bersama bahawa dalam segala hal dalam penyelenggaraan negara harus didasarkan atas rule of law. Istilah “the rule of law” harus dibedakan dengan istilah “the rule by law”.  Dalam istilah terakhir ini. Kedudukan hukum (law) digambarkan hanya bersifat sebagai alat, sedangkan kepemimpinannya tetap berada di tangan manusia yaitu “the rule of man by law”. Pengertian yang demikian hukum dapat dipandang sebagai suatu kesatuan sistem yang puncaknya terdapat pengertian mengenai hukum dasar yang disebut konstitusi. Oleh karena itu, kesepakatan tentang sistem aturan sangat penting sehingga konstitusi sendiri dapat dijadikan pegangan tinggi dalam memutuskan segala sesusatu yang harus didasarkan atas hukum.
  1. Kesepakatan tentang bentuk institusi-institusi dan prosedur-prosedur ketatanegaraan ( the forin of institusions and prosedures).
Kesepakatan ketiga adalah berkenaan  dengan (a) Bangunan organ negara dan prosedur-prosedur yang mengatur kekuasaan, (b) Hubungan –hubungan antar organ negara itu satu sam lain. Serta (c) Hubungan antara organ-organ negara itu dengan warga negara. Dengan adanya kesepakatan tersebut, maka isi konstitusi dapat dengan mudah dirumuskan karena benar-benar mengcerminkan keinginan bersama. Berkenan dengan institusi kenegaraan dan mekanisme ketatanegaraan  yang hendak dikembangkan dalam kerangka kehidupan negara berkonstitusi (constiutiional state). Kesepakatan itu lah yang dirumuskan dalam dokomen konstitusi yang diharapkan menjadi pegangan bersama untuk kurun waktu yang cukup lama. Konstitusi tidak sama dengan undang-undang yang dapat lebih diubah.
Keseluruhan kesepakatan  itu pada intinya menyangkut prinsip pengaturan dan pembatasan kekuasaan. Maka kontiusionalisme mengatur dua hubungan yang saling berkaitan satu sama lain. Yaitu: pertama, hubungan antara pemerintah warga-negara, dan kedua, hubungan anatara lembaga pemerintahan yang satu dengan yang lainnya.


C.  Konstitusi Indonesia

1.    Pengantar
Dalam proses reformasi hukum dewasa ini berbagai kajian ilmiah tentang UUD 1945, banyak yang melontarkan ide untuk melakukan amandemen terhadap UUD 1945. Memang amandemen tidak dimaksudkan untuk mengganti sama sekali UUD 1945, akan tetapi merupakan prosedur penyempurnaan terhadap UUD 1945 tanpa harus langsung mengubah UUD-nya itu sendiri, amandemen lebih merupakan perlengkapan dan rincian yang dijadikan lampiran otentik bagi UUD tersebut (Mahfud, 1999:64). Dengan sendirinya amandemen dilakukan dengan melakukan berbagai perubahan pada pasal-pasal maupun memberikan tambahan-tambahan.
Ide tentang amandemen terhadap UUD 1945 tersebut didasarkan pada suatu kenyataan sejarah selama masa Orde Lama dan Orde Baru, bahwa penerapan terhadap pasal-pasal UUD memiliki sifat “multi interpretable” atau dengan kata lain berwayuh arti, sehingga mengakibatkan adanya sentralisasi kekuasaan terutama kepada presiden. Karena latar belakang politik inilah maka masa Orde Baru berupaya untuk melestarikan UUD 1945 bahkan UUD 1945 seakan-akan bersifat keramat yang tidak dapat diganggu gugat.
Suatu hal yang sangat mendasar bagi pentingnya amandemen UUD 1945 adalah tidak adanya sistem kekuasaan dengan “checks and balances” terutama terhadap kekuasaan eksekutif. Oleh karena itu bagi bangsa Indonesia proses reformasi terhadap UUD 1945 adalah merupakan suatu keharusan. Karena hal itu akan mengantarkan bangsa Indonesia ke arah tahapan baru melakukan penataan terhadap ketatanegaraan.
Amandemen terhadap UUD 1945 dilakukan oleh bangsa Indonesia sejak tahun 1999, di mana amandemen pertama dilakukan dengan memberikan tambahan dan perubahan terhadap pasal 9 UUD 1945. Kemudian amandemen kedua dilakukan pada tahun 2000. Amandemen ketiga dilakukan pada tahun 2001, dan amandemen terakhir dilakukan pada tahun 2002 dan disahkan pada tanggal 10 Agustus 2002.

2.   Hukum Dasar Tertulis (Undang Undang Dasar)
Sebagaimana disebutkan diatas bahwa pengertian hukum dasar meliputi dua macam yaitu, hukum dasar tertulis (Undang-Undang Dasar) dan hukum tidak tertulis (convensi). Oleh karena itu sifatnya yang tertulis, maka Undang-Undang Dasar itu rumusannya tertulis dan tidak mudah berubah. Secara umum menurut E.C.S Wade dalam bukunya Constitutional Law. Undang-Undang Dasar menurut sifat dan fungsinya adalah suatu naskah yang memaparkan kerangka dan tugas-tugas pokok dari badan-badan pemerintahan suatu Negara dan menentukan pokok-pokok cara kerja badan-badan tersebut.
Jadi pada prinsipnya mekanisme dan dasar dari setiao sistem pemerintahan diatur dalam Undang-Undang Dasar. Bagi mereka yang memandang Negara dari sudut kekuasaan dan menganggapnya sebagai suatu organisasi kekuasaan, maka Undang-Undang Dasar dapat dipandang sebagai lembaga atau sekumpulan asas yang menetapkan bagaimana kekuasaan tersebut dibagi antara Badan Legislatif, Eksekutif, dan Badan Yudikatif.
Undang-Undang Dasar menentukan cara-cara bagaimana pusat-pusat kekuasaan ini bekerjasama dan menyesuaikan diri satu sama lain. Undang-Undang Dasar merekam hubungan-hubungan kekuasaan dalam suatu negara (Budiardjo, 1981:95,96).
Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 disebutkan bahwa Undang-Undang Dasar 1945 bersifat singkat dan supel. Undang-Undang Dasar 1945 hanya memiliki 37 pasal, adapun pasal-pasal lain hanya memuat aturan peralihan dan aturan tambahan. Hal ini mengandung makna :
1)      Telah cukup jikalau Undang-Undang Dasar hanya memuat aturan-aturan pokok, hanya memuat garis-garis besar instruksi kepada pemerintah pusat dan lain-lain penyelenggara negara untuk menyelenggarakan negara, untuk menyelenggarakan kehidupan negara dan kesejahteraan sosial.
2)      Sifatnya yang supel (elastic) dimaksudkan bahwa kita senantiasa harus ingat bahwa masyarakat itu harus terus berkembang, dinamis. Negara Indonesia akan terus tumbuh berkembang seiring dengan perubahan zaman. Berhubung dengan itu janganlah terlalu tergesa-gesa memberikan kristalisasi, memberikan bentuk kepada pikiran-pikiran yang masih berubah. Memang sifat aturan yang tertulis itu bersifat mengikat, oleh karena itu makin supel sifatnya aturan itu semakin baik. Jadi kita harus menjaga agar supaya sistem dalam Undang-Undang Dasar itu jangan ketinggalan zaman.
Menurut Padmowahyono, seluruh kehiatan Negara dapat dikelompokan menjadi dua yaitu:
1.      Penyelenggaraan kehidupan Negara
2.      Penyelenggaraan kesejahteraan social
Berdasarkan pengertian tersebut maka sifat-sifat UUD 1945 adalah sebagai berikut:
1)      Oleh karena itu sifatnya tertulis maka rumusannya jelas, merupakan suatu hukum positif yang menikat pemerintah sebagai penyelenggara Negara.
2)      Sebagaimana  tersebut dalam penjelasan UUD 1945 bahwa UD 1945 bersifat singkat dan supel.
3)      Memuat norma-norma aturan-aturan serta kesatuan yang dapat dan harus dilaksanakan secara konstitusional.
4)      UUD 1945 dalam tertib hokum di Indonesia merupakan Hukum Positif Tertinggi.

3.   Hukum Dasar yang Tidak Tertulis (convensi)
Confensi adalah hukum dasar yang tidak tertulis,yaitu aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan Negara meskipun bersifat tidak tertulis. Convensi mempinyai sifat:
1.      Merupakan kebiasaan yang berulang-ulang dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan Negara.
2.      Tidak bertentangan dengan UUD dan berjalan dengan sejajar.
3.      Bersifat sebagai pelengkap, sehingga  memungkinkan sebagai aturan-aturan dasar yang tidakterdapat dalam UUD.
Contoh convensi antara lain:
a.       Pengambilan keputusan berdasarkan musyawarah mufakat.
b.      Praktek-praktek penyelenggaraan Negara yang sudah menjadi hukum dasar tidak tertulis.
Contoh nya: 
·         Pidato Presiden setiap tanggal 16 Agustus di dalam sidang DPR.
·         Pidato Presiden yang diucapkansebagai keterangan pemerintah tentang Rancangan Anggaran dan Belanja pada minggu pertama pada bulan JAnuari setiap tahun nya.
·         Bilamana convensi ingin dijadikan menjadi rumusan yang bersifat tertulis, maka yang berwenang adalah MPR, dan rumusannya bukanlah merupakan suatu hukum dasar melainkan tertuang dalam Tap.MPR.    

4.   KONSTITUSI
Istilah konstitusi berasal dari bahasa inggris “constitution” yang berarti Undang-Undang Dasar. Namun pengertian konstitusi dalam praktek ketatanegaraan umumnya dapat mempunyai arti:
a)      Lebih luas daripada Undang-Undang Dasar atau
b)      Sama dengan pengertian Undang-Undang dasar.
Kata konstitusi dapat mempunyai arti lebih luas daripada pengertian Undang-Undang Dasar, karena pengertian Undang-Undang Dasar hanya meliputi konstitusi tertulis saja, dan selain itu masih terdapat konstitusi tidak tertulis yang tidak tercakup dalam Undang-Undang Dasar
Dalam praktek ketatanegaraan Negara Republik Indonesia pengertian dari konstitusi adalah sama dengan pengertian Undang-undang Dasar. Hal ini terbukti dengan disebutnya istilah Konstitusi Republik Indonesia Serikat bagi Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Serikat. (Totopandoyo, 1981: 25.26).
5.   Sistem Pemerintahan Negara Menurut UUD 1945 Hasil Amandemen 2002
Sistem pemerintahan Negara Indonesia sebelum dilakukan amandemen dijelaskan secara terinci dan sistematis dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945. System pemerintahan Negara Indonesia ini di bagi atas tujuh secara sistematis merupakan pengejawantahan kedaulatan rakyat oleh karena itu system pemerintahan Negara ini di rinci sebagai berikut. Walaupun tujuh kunci pokok system pemerintahan Negara menurut penjelasan tidak lagi merupakan dasar yuridis, namun tujuh kunci pokok tersebut mengalami perubahan. Oleh karena itu sebagai studi komparatif, system pemerintahan Negara menurut UUD 1945 setelah amandemen, dijelaskan sebagai berikut.
a.    Indonesia ialah Negara yang Berdasarkan Atas Hukum (Rechtsaat)
Negara Indonesia berdasarkan atas hokum (Rechtsaat) tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (Machtsstaat). Hal ini mmengandung arti bahwa Negara, termasuk di dalamnya pemerintahan dan lembaga-lembaga Negara lainnya dalam melaksanakan tindakan-tindakan apapun, harus dilandasi oleh peraturan hokum atau harus dapat dipertanggungjawabkan secara hokum. Tekanan pada hukum (recht) di sini dihadapkan pada kekuasaan (macth). Prinsip dari system ini disamping akan tampak dalam rumusannya dalam pasal-pasalnya, juga akan sejalan dan merupakan pelaksanaan dari pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam pembukaan UUD 1945 yang diwujudkan oleh cita-cita hukum (Rechtsaat) yang menjiwai UUD 1945 dan hukum dasar yang tidak tertulis.
Sesuai dengan semangat dan ketegasan pembukaan UUD 1945, jelas bahwa Negara yang dimaksut berarti Negara bukan hanya sebagai polisi lalu lintas atau penjaga malam saja, yang menjaga jangan sampai terjadi pelanggaran dan menindak pada pelanggaran hukum. Pengertian Negara hukum baik dalam arti formal yang melindungi seluruh warga dan tumpah darah, juga dalam pengertian Negara hukum material yaitu Negara harus bertanggung jawab terhadap kesejahteraan dan kecerdasan seluruh warganya.
Dengan landasan dan semangat Negara hukum dalam arti material itu, setiap tindakan Negara haruslah mempertimbangkan dua kepentingan atau landasan, ialah kegunaannya (doelmatigheid) dan landasan hukumnya (rechtmatigheid). Dalam segala hal harus senantiasa diusahakan agar setiap tindakan Negara (pemerintah) itu selalu memenuhi dua kepentingan atau landasan tersebut.  Adalah suatu seni tersendiri untuk mengambil keputusan yang tepat apabila ada pertentangan kepentingan atau salah satu kepentingan tidak terpenuhi, sehingga harus dilakukan secara bijaksana yang dengan sendirinya harus senantiasa berlandasan atas peraturan hukum yang berlaku.
b.    Sistem Konstitusional
Pemerintah berdasarkan atas sistem   konstitusi (hukum dasar). Tidak bersifat absolute (kekuasaan yang tidak terbatas). Sistem ini memberikan penegasan bahwa cara pengendalian pemerintahan dibatasi oleh ketentuan-ketentuan konstitusi. Yang dengan sendirinya juga oleh ketentuan-ketentuan hukum lain merupakan produk konstitusional, ketetapan MPR, Undang-Undang dan sebagainya. Dengan demikian sistem ini memperkuat dan menegaskan lagi sistem Negara hukum seperti dikemukakan di atas.
Dengan landasan kedua sistem Negara hukum dan konstitusional diciptakan sistem mekanisme hubungan dan hukum antar lembaga Negara, yang sekiranya dapat menjamin terlaksananya sistem itu sendirinya juga dapat mempelancar pelaksana pencapaian cita-cita nasional.
c.    Kekuasaan Negara yang Tertinggi di Tangan Rakyat
Sistem kekuasaan tertinggi sebelum dilakukan amandemen dinyatakan dalam penjelasan. Undang-undang Dasar 1945 sebagai berikut: “Kedauatan rakyat di pegang oleh suatu badan bernama MPR sebagai penjelmaan seluruh rakta Indonesia. Majelis ini menetapkan Undang-undang Dasar dan menetapkan garis-garis besar haluan Negara. Majelis ini menetapkan undang-undang dasar 1945 dan menetapkan garis-garis besar haluan negara. Majelis ini mengangkat kepala Negara dan wakil kepala Negara. Majelis inilah yang memegang kekuasaan Negara menurut garis0garis besar yang telah ditetapkan oleh majelis. Presiden yang diangkat oleh majelis tunduk dan bertanggungjawab kepada majelis (Mandataris) dari majelis. Presiden wajib menjalankan putusan-putusan majelis dan “tidak neben” akan tetapi “untergeordnet” kepada majelis.
Namun menurut UUD 1945 hasil amandemen 2002 kekuasaan tertinggi di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD (pasal 1 ayat 2). Hal ini berarti terjadi suatu reformasi kekuasaan tertinggi dalam Negara secara kelembagaan tinggi Negara, walaupun esensinya tetap rakyat yang memiliki kekuasaan. MPR menurut UUD 11945 hasil amndemen 2002. Hanya memiliki kekuasaan melaksanakan perubahan UUD, melantik presiden dan wakil presiden, serta memberhentikan presiden dan  wakil presiden sesuai masa jabatan, atau jikalau melanggar suatu konstitusi. oleh karena itu sekarang presiden bersifat “neben” bukan “untergeordnet” karena presiden di pilih langsung oleh rakyat. UUD 1945 hasil amandemen 2002, pasal 6A ayat (1).
d.    Presiden ialah Penyelengara Pemerintaha Negara yang Tertinggi di Samping MPR dan DPR
Kekuasaan presiden menurut UUD 11945 sebelum dilakukan amandemen. Dinyatakan dalam penjelasan Undang-undang dasar  1945. Sebagai berikut :
“Di bawah majelis permusyawaratan rakyat, presiden ialah penyelenggara pemerintahan Negara yang tertinggi. Dalam menjalankan pemerintahan Negara. Kekuasaan dan tanggungjawab adalah ditangan presiden (concentration of power responsibility upon the presiden).’’
Berdasarkan UUD 11945 hasil amandemen 2002, presiden merupakan penyelenggara pemerintahan tertinggi di samping MPR dan DPR, karena presiden dipilih langsung oleh rakyat UUD 1945 pasal 6A ayat (1). Jadi menurut UUD 1945 ini tidak lagi merupakan mandataris MPR, melainkan dipilih langsung oleh rakyat.
e.    Presiden Tidak Bertanggung Jawab Terhadap DPR
Sistem ini menurut uud 1945 sebelum amandemen dijelaskan dalam penjelasa UUD 1945, namun dalam UUD 1945 hasil amandemen 2002 juga memiliki isi yang sama, sebagai berikut. : “disamping presiden adlah dewan perwakilan rakyat(DPR). Presiden harus mendapat persetujuan DPR untuk membentuk undang-undang (Gezetzgebung) pasal 5 ayat (1) dan untuk menetapkan anggaran pendapatan dan belanja Negara (staatsbergrooting) sesuai dengan pasal 23. Oleh karena itu presiden harus bekerja sama dengan dewan, akan tetapi presiden tidak bertanggungjawab kepada dewan, artinya kedudukan presiden tidak tergantung pada dewan.


f.    Menteri Negara ialah Pembantu Presiden, Menteri  Negara tidak Bertanggung jawab Kepada Dewan Perwakilan Rakyat
Sistem ini dijelaskan dalam UUD 1945 hasil amandemen 2002 dalam penjelasan UUD 1945, sebagai berikut. : “Presiden dalam melaksanakan tugas pemerintahannya dibantu oleh menteri-menteri Negara (pasal 17 ayat (2) UUD 1945 hasil amandemen 2002). Menteri-menteri Negara itu tidak bertanggungjawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat”.
g.    Kekuasaan Kepala Negara Tidak Tak-Terbatas
Sistem ini dinyatakan secara tidak eksplisit dalam UUD 1945 hasil amandemen 2002 dan masih sesuai dengan penjelasan UUD 1945  dijelaskan sebagai berikut. : Menurut UUD 1945 hasil amndemen 2002, presiden dan wakil presiden dipilih langsung oleh rakyat (UUD 1945 hasil amndemen 2002 pasal 6A ayat (1). Dengan demikian dalam sistem kekuasaan kelembagaan Negara presiden tidak lagi merupakan mandataris MPR bahkan sejajar dengan DPR dan MPR. Hanya jikalau presiden melanggar Undang-Undang maupun Undand-Undang Dasar maka MPR dapat melakukan Impeachment.
Meskipun kepala negar tidak bertanggungjawab kepada dewan perwakilan rakyat, ia bukan “diktator”, artinya kekuasaan tidak tak-terbatas. Diatas telah ditegaskan bahwa ia bukan mandataris perwakilan rakyat, namun demikian ia tidak membubarkan DPR dan MPR kecuali itu ia harus memperhatikan sungguh-sungguh suara dewan perwakilan rakyat.
6.   Negara Indonesia adalah Negara hukum
Menurut penjelasa UUD 1945, negar Indonesia adalah Negara hukum, Negara hukum yang berdasarkan pancasila dan bukan berdasarkan atas kekuasaan. Sifat Negara hukum hanaya dapat ditunjukkan jikalau alat-alat perlengkapannya bertindak menurut dan terikat kepada aturan-aturan yang ditentukan lebih dahulu oleh alat-alat perlengkapan yang dikuasai untuk mengadakan aturan-aturan itu.
Ciri-Ciri suatu Negara hukum adalah :
a.       pengakuan dan perlindungan hak-hak asasi yang mengandung persamaan dalam bidang politik, hukum, sosial, ekonomi dan kebudayaan.
b.      peradilan yang bebas dari suatu pengaruh kekuasaan atau kekuatan lain dan memihak.
c.       jaminan kepastian hukum, yaitu jaminan bahwa ketentuan hukumnya dapat dipahami dapat dilaksanakan dan aman dalam melaksanakannya.
Pancasila sebagai dasar Negara yang mencerminkan jiwa bangsa Indonesia harus menjiwai semua peraturan hukum dan pelaksanaanya, ketentuan ini menunjukan bahwa di Negara Indonesia dijamin adanya perlindungan hak-hak asasi manusia berdasarkan ketentuan hukum, bukan kemauan seseorang yang menjadi dasar kekuasaan. Menjadi suatu kewajiban bagi setiap penyelenggara Negara untuk menegakkan keadilan dan kebenaran pancasila yang selanjutnya melakukan pedoman peraturan-peraturan pelaksanaan. Di samping itu sifat hukum yang berdasarkan pancasila, hukum mempunyai fungsi pengayoman agar cita-cita luhur bangsa Indonesia tercapai dan terpelihara.
Namun demikian untuk menegakkan hukum demi keadilan dan kebenaran perlu adanya badan-badan kehakiman yang kokoh kuat yang tidak mudah di pengaruhi oleh lembaga-lembaga lainnya. Pemimpin eksekutif (presiden) wajib bekerja sama dengan badan-badan kehakiman untuk menjamin penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan sehat.
Dalam era reformasi dewasa ini bangsa Indonesia benar-benar akan mengembalikan peranan hukum, aparat pebegak hukum beserta seluruh sistem peraturan perundang-undangan akan dikembalikan pada dasar-dasar Negara hukum yang berdasarkan pancasila dan UUD 1945 hasil amndemen 2002 yang mengemban amanat demokrasi dan perlindungan hak-hak asasi manusia.
Adapun pembangunan hukum di Indonesia sesuai dengan tujuan Negara hukum, diarahkan pada terwujudnya sistem hukum yang mengabdi pada kepentingan nasional terutama rakyat, melalui penyusunan materi hukum bersumberkan pada pancasila sebagai sumber filosofinya dan UUD 1945 sebagai dasar konstitusionalnya, serta aspirasi rakyat sebagai sumber materialnya.




Daftar Pustaka


Buku Pendidikan Kewarganegaraan karya PROF. DR. H. KAELAN, M. S. dan DRS. H. ACHMAD ZUBAIDI, M.Si . diterbitkan oleh PARADIGMA-Yogyakarta

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sistem Kekerabatan

Sejarah Terbentuknya Komunitas Online (Social Networking)

#SIP Etika Menulis Artikel Online